PUISI
UNTUK ORANG TUA
Oleh: Dunyun
Kaulah
Malaikat penjaga dalam hidupku
Kaulah
pelita dalam gelapku
Kaulah
pegangan dalam rapuhku
Kaulah
penolong dalam susahku
Tak
pernah sedikitpun kudengar kau mengeluh
Padahal
aku nakal dengan semua perbuatanku
Kumerajuk
dengan semua keinginanku
Dan
kumarah jika tak terpenuhi apa yang kumau
Tak
pernah sedikitpun kau kecewa
Padahal
nilai pelajaranku banyak yang buruk
Padahal
aku suka membantah saat kau beri nasihat
Dan
aku tahu banyak hal buruk yang telah aku lakukan
Ayah
dan Ibu
Luar
biasa kesabaran dan cintamu padaku
Luar
biasa pengorbanan dan pengampunanmu padaku
Luar
biasa semua yang telah kau lakukan untukku
Betapa
beruntungnya aku lahir darimu
Dibesarkan
dan dijaga olehmu
Jika
bukan karenamu tak akan bisa aku seperti ini
Berdiri
tegar sampai hari ini
Sekalipun
kukumpulkan banyak uang, tak akan terbayar jasamu
Sekalipun
kukorbankan seluruh kehidupanku, tak tertandingi dengan jasamu
Sekalipun seluruh dunia kuserahkan di
bawah kakimu, tak tersaingi cintamu, tak akan sebanding apa yang bisa kuberikan
dengan apa yang telah kau berikan
Ayah dan Ibu
Terima kasih, terima kasih, terima kasih
untuk semuanya
Cintamu,
kesabaranmu, pengorbananmu, pemeliharaanmu
Tuhan
Terima
kasih untuk ayah dan ibu yang Kau beri
A.
CIRI-CIRI
KEBAHASAAN PUISI
1. Pemadatan Bahasa
Bahasa dipadatkan agar berkekuatan gaib.
Jika puisi itu dibaca, deretan kata-kata tidak membentuk kalimat dan alenia,
tetapi membentuk larik dan bait yang sama sekali berbeda hakikatnya. Larik
memiliki makna yang lebih luas daripada kalimat biasa.
Berikut
ini satu bait puisi “Puisi untuk Orang Tua” karya Dunyun:
Kaulah Malaikat penjaga dalam
hidupku
Kaulah pelita
dalam gelapku
Kaulah pegangan dalam rapuhku
Kaulah penolong dalam susahku
Bait puisi tersebut terdiri dari 4
larik. Masing-masing larik tidak dapat disebut kalimat. Disetiap larik pada
bait tersebut terdapat kata “Malaikat, penjaga, pelita, pegangan, dan
penolong”. Mungkin penyair ingin mengatakan bahwa “Kaulah” yang berarti orang
tua penyair, yang sangat berarti dalam hidupnya. Ditandai dalam kata “dalam
hidupku, dalam gelapku, dalam rapuhku, dalam susahku”. Bahwa penyair sangatlah
mengagumi sosok orang tuanya.
2. Pemilihan
Kata Kias
Dari puisi “Puisi untuk Orang Tua” tersebut
ada beberapa kata yang sulit ditafsirkan secara langsung, seperti pelita yang berarti penerang, pegangan yang berarti bisa diajak sharing oleh penyair, kumerajuk yang berarti penyair yang manja,
pengampunanmu yang berarti orang tua
yang bersedia memaafkan penyair, dan
berdiri tegar yang berarti mampu melalui segala permasalahan hidup.
a.Makna Kias
Tak pernah sedikitpun kudengar kau mengeluh
Padahal aku nakal dengan semua
perbuatanku
Kumerajuk
dengan semua keinginanku
Dan kumarah jika tak terpenuhi apa yang kumau
Di
dalam bait puisi di atas, pada larik ketiga terdapat makna kias, yaitu
“kumerajuk”, makna kias tersebut mudah dipahami karena diperjelas oleh kata
berikutnya “semua keinginanku”. Kata “kumerajuk” diberi penjelasan aku yang
manja.
b.
Lambang
merupakan penggantian suatu hal atau benda dengan hal atau
bahkan benda lain. Contoh pada bait pertama, larik kedua puisi Dunyun:
Kaulah Malaikat penjaga dalam hidupku
Kaulah pelita dalam gelapku
Kaulah pegangan dalam rapuhku
Kaulah penolong dalam susahku
Dalam
larik kedua puisi tersebut dinyatakan bahwa orang tua sebagai penerang adan
pembimbing dalam hidup penyair yang gelap atau penyair sedang mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan masalahnya.
c. Persamaan Bunyi atau Rima
Pemilihan
kata di dalam sebuah baris puisi maupun dari satu baris ke baris yang lain itu
mempertimbangkan kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi yang harmonis.
Bunyi-bunyi yang berulang ini menciptakan konsentrasi dan kekuatan bahasa atau
sering disebut daya gaib kata seperti dalam mantra. Persamaan vokal pada akhir
baris sangat dipentingkan (rima akhir), seperti pada bait pertama dan keempat,
yaitu:
Kaulah Malaikat penjaga dalam hidupku
Kaulah pelita dalam gelapku
Kaulah pegangan dalam rapuhku
Kaulah penolong dalam susahku
...............................................................
Ayah dan Ibu
Luar biasa kesabaran dan cintamu padaku
Luar biasa pengorbanan dan pengampunanmu
padaku
Luar biasa semua yang telah kau lakukan
untukku
Penggalan puisi tersebut merupakan
dua bait puisi dari puisi “Puisi untuk Orang Tua” yang mempunyai persamaan
bunyi atau rima yang besajak a-a-a-a.
3.Kata
Konkret
Penyair ingin menggambarkan sesuatu
secara lebih konkret (nyata, jelas,bisa dilihat oleh mata, dll). Oleh karena
itu, kata-kata diperkonkret. Bisa dilihat pada bait ketiga puisi tersebut,
yaitu:
Tak pernah sedikitpun kau kecewa
Padahal nilai pelajaranku banyak yang buruk
Padahal aku suka membantah saat kau beri
nasihat
Dan aku tahu banyak hal buruk yang telah aku lakukan
Penyair menunjukkan kenakalannya pada
larik kedua dengan menyatakan “nilai pelajaranku banyak yang buruk” dan
diperjelas pada larik terakhir “banyak hal buruk yang telah aku lakukan”.
4. Pengimajian
Adalah kata atau susunan kata-kata yang
dapat memperjelas atau memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui
pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual),
didengar (imaji auditif), dirasa (imaji taktil).
Imaji
visual (dilihat) menampilkan kata
atau kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas
seperti dapat dilihat oleh pembaca. Hal itu dapat dihayati pada bait ketiga,
yaitu:
Tak pernah sedikitpun kau kecewa
Padahal nilai pelajaranku banyak yang buruk
Padahal aku suka membantah saat kau beri
nasihat
Dan aku tahu banyak hal buruk yang telah aku lakukan
Melalui kata-kata “nilai pelajaranku” dan
“banyak hal buruk yang telah aku lakukan” seolah pembaca dapat melihat sikap
penyair dengan lebih jelas, bahwa penyair merupakan anak yang nakal tetapi
orang tuanya tidak pernah kecewa atas sikap penyair.
Imaji
taktil (perasaan) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu
mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaanya. Ditunjukkan
pada bait kelima, ketujuh, dan kedelapan, yaitu:
Betapa beruntungnya aku
lahir darimu
Dibesarkan dan dijaga olehmu
Jika
bukan karenamu tak akan bisa aku seperti ini
Berdiri
tegar sampai hari ini
Rasa bangga yang dirasakan atau
dinyatakan oleh penyair terhadap sosok orang tua yang selalu menyayangi dan
melindungi sehingga pembaca ikut merenung terhadap perjuangan orang tua.
Ayah
dan Ibu
Terima
kasih, terima kasih, terima kasih untuk semuanya
Cintamu, kesabaranmu, pengorbananmu,
pemeliharaanmu
Tuhan
Terima
kasih untuk ayah dan ibu yang Kau beri
Rasa syukur yang mendalam ditujukan
untuk orang tua dan Tuhan. Untuk orang tua yang telah banyak memberikan
kebahagiaan (cinta, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, pemeliharaan, dan
untuk semuanya). Untuk Tuhan yang telah memberikan atau menciptakan orang tua
seperti orang tua penyair.
5. Irama (Ritme)
Berhubungan dengan pengulangan
bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Irama dapat juga berarti pergantian
keras-lembut, tinggi-rendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang
dengan tujuan menciptakan gelombang yang mempermudah puisi.
Kaulah Malaikat penjaga / dalam hidupku
Kaulah pelita / dalam gelapku
Kaulah pegangan / dalam
rapuhku
Kaulah penolong / dalam susahku
Dalam bait tersebut, terdapat
pemotongan baris-baris puisi secara teratur, sehingga dapat menciptakan irama
yang indah.
Dalam bait keempat juga terdapat kesatuan baris-baris puisi yang diikat
oleh pengulangan kata tertentu sehingga menciptakan gelombang yang teratur,
seperti pada bait keempat, yaitu:
Ayah
dan Ibu
Luar biasa
kesabaran dan cintamu padaku
Luar biasa pengorbanan dan
pengampunanmu padaku
Luar biasa
semua yang telah kau lakukan untukku
Penyair mengulangi kata-kata “Luar biasa” agar lebih meyakinkan pembaca,
karena jasa-jasa orang tua yang tak akan pernah bisa kita balas atau bayar
dengan seisi dunia sekalipun.
6. Tata Wajah
Dalam puisi anak (anak SD) biasanya
menggunakan tata wajah konvensional (apa adanya, tanpa membentuk gambar atau
bentuk tertentu lainnya).
Kaulah Malaikat penjaga dalam hidupku
Kaulah pelita dalam gelapku
Kaulah pegangan dalam rapuhku
Kaulah penolong dalam susahku
Tak
pernah sedikitpun kudengar kau mengeluh
Padahal aku nakal dengan semua
perbuatanku
Kumerajuk dengan semua keinginanku
Dan kumarah jika tak terpenuhi apa yang
kumau
...............................................................
...............................................................
Betapa beruntungnya aku
lahir darimu
Dibesarkan
dan dijaga olehmu
Jika
bukan karenamu tak akan bisa aku seperti ini
Berdiri
tegak sampai hari ini
Sekalipun
kukumpulkan banyak uang, tak akan terbayar jasamu
Sekalipun
kukorbankan seluruh kehidupanku, tak tertandingi dengan jasamu
Sekalipun seluruh dunia kuserahkan di
bawah kakimu, tak tersaingi cintamu,
tak akan sebanding apa yang bisa
kuberikan dengan apa yang telah kau berikan
.......................................................
.......................................................
Puisi diatas merupakan penggalan
puisi dari “Puisi untuk Orang Tua” yang merupakan ungkapan perasaan sayang dan
cinta sang anak (penyair) terhadap orang tuanya. Bagi penyair orang tua adalah
segalanya “Malaikat, Pelita, pegangan, penolong”, orang tua tidak pernah merasa
kecewa (meskipun kecewa tetapi hanya disimpan dalam hati, tidak diperlihatkan
ke anaknya) kepada penyair, padahal penyair termasuk anak yang nakal, manja,
dan suka marah saat keinginannya tidak dipenuhi. Penyair sangat bangga “Luar
biasa” kepada orang tuanya atas jasa-jasa yang tidak ada hentinya diberikan
tulus demi kehidupan dan kebahagiaan anaknya. Dan tak akan sebanding dengan apapun.
B.
HAL
YANG DIUNGKAPKAN PENYAIR
1.
Tema
Puisi
adalah gagasan pokok yang
dikemukakan oleh penyair melalui puisinya. Tema mengacu pada penyair. Pembaca
sedikit banyak harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah
menafsirkan tema puisi tersebut. Karena itu, tema bersifat khusus (diacu dari
penyair), objektif (semua pembaca harus menafsirkan sama), dan lugas (bukan
makna kias yang diambil dari konotasinya.
a. Tema
Cinta (cinta kepada orang tuanya dan cinta orang tua kepada anaknya)
Tema ini mengungkapkan rasa cinta dan bangga terhadap orang tua yang
berupa kata-kata pujaan karena telah memiliki orang tua seperti orang tua pada
puisi.
.................................................
Kaulah
Malaikat penjaga dalam hidupku
Kaulah
pelita dalam gelapku
Kaulah
pegangan dalam rapuhku
Kaulah
penolong dalam susahku
....................................................
Puisi diatas merupakan penggalan puisi dari “Puisi untuk Orang Tua” yang
merupakan ungkapan perasaan sayang dan cinta sang anak (penyair) terhadap orang
tuanya. Bagi penyair orang tua adalah segalanya “Malaikat, Pelita, pegangan,
penolong”, orang tua tidak pernah merasa kecewa (meskipun kecewa tetapi hanya
disimpan dalam hati, tidak diperlihatkan ke anaknya) kepada penyair, padahal
penyair termasuk anak yang nakal, manja, dan suka marah saat keinginannya tidak
dipenuhi. Penyair sangat bangga “Luar biasa” kepada orang tuanya atas jasa-jasa
yang tidak ada hentinya diberikan tulus demi kehidupan dan kebahagiaan anaknya.
Sehingga penyair mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan karena memberikan
orang tua seperti orang tuanya tersebut.
2.
Nada
dan Suasana Puisi
Nada mengungkapkan sikap penyair
terhadap pembaca. Dari sikap itu terciptalah suasana puisi. Ada puisi yang
bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius, patriotik,
belas kasih, takut, mencekam, santai, masa bodoh, pesimis, humor,mencemooh, kharismatik,filosofis,khusyuk,
dsb.
Betapa beruntungnya aku
lahir darimu
Dibesarkan
dan dijaga olehmu
Jika
bukan karenamu tak akan bisa aku seperti ini
Berdiri
tegar sampai hari ini
Dengan sangat bangga terhadap orang
tuanya karena orang tuanya yang selalu menyayangi dia (penyair), kasih sayang
orang tua yang selalu ada setiap saat terhadap anaknya. Maka dari itu Dunyun
(penyair) menyatakan “Betapa beruntungnya aku...”.
3.
Perasaan
Dalam Puisi
Puisi mengungkapkan perasaan penyair. Nada
dan perasaan penyair akan dapat kita tangkap kalau puisi itu dibaca keras dalam
deklamasi. Membaca puisi dalam suara keras akan lebih membantu kita menemukan
perasaan penyair yang melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut.
Perasaan yang menjiwai puisi bisa
perasaan gembira, sedih, terharu, terasing, tersinggung, patah hati, sombong,
tercekam, cemburu, kesepian, takut, dan menyesal. Tetapi dalam puisinya “Puisi
untuk Orang Tua” tersebut Dunyun (penyair) mengungkap perasaan cinta, kagum,
dan bangga terhadap orang tuanya.
4.
Amanat
Puisi
Amanat, pesan, atau nasihat merupakan
kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat dirumuskan sendiri
oleh pembaca. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada amanat
puisi. Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang
pembaca terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang
pembaca, amanat tidak dapat lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan
penyair.
Puisi “Puisi untuk Orang Tua” karya
Dunyun menghasilkan amanat-amanat, sebagai berikut:
a. Jangan
pernah berani kepada orang tua karena merekalah yang sudah berjuang untuk kita.
Maka
dari itu hormati dan patuhilah orang tuamu!
b. Berikan
sesuatu yang berharga (prestasi) untuk mereka dan yang bisa dibanggakan untuk
mereka.
0 komentar:
Posting Komentar