SINOPSIS
BUNDA
Gio
tinggal bersama ayah dan tante Marcia yang tidak disukainya. Gio tidak pernah
menganggap tante Marcia itu ada, dan selama setahun lebih tinggal bersama Gio tidak pernah memanggil tante Marcia
dengan sebutan “Ibu atau Bunda”. Padahal tante Marcia sangat sayang, sabar,
lemah lembut, dan selalu bersikap baik kepada Gio dan ayahnya. Tante Marcia
tidak pernah membalas perilaku Gio tersebut, malah selalu memberikan senyuman
manis untuk Gio.
Sampai
pada akhirnya Gio kecelakaan dan pingsan akibat tidak berhati-hati dalam
mengendarai sepeda motor. Tante Marcia dan Desty yang setia menunggui Gio.
Setelah Gio siuman, Desty mencoba untuk menasehati dan memberi pengertian
kepada Gio agar Gio segera sadar atas sikapnya selama ini terhadap tante Marcia
dan bersedia meminta maaf. Setelah Desty mencoba berulang kali untuk meyakinkan
Gio, akhirnya Gio sadar (menyadari sikap buruknya selama ini), dan bersedia
meminta maaf, serta bersedia memanggil tante Marcia denga sebutan “Bunda”.
TEMA
merupakan
sikap atau pandangan terhadap masalah. Pengarang yang sedang menulis cerita
pasti akan menuangkan gagasannya. Tanpa gagasan pasti dia tidak bisa menulis
cerita. Gagasan yang mendasari cerita yang dibuatnya itulah yang disebut tema
dan berupa pokok pembahasan. Tema
terdiri dari dua macam, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema
yang dominan dalam cerita, sedangkan tema minor adalah tema tambahan untuk
melukiskan tema mayor. Tema mayor melekat pada tokoh utama, sedangkan tema
minor melekat pada tokoh tambahan. Menurut Mursal Esten (1984:92) dalam
melukiskan tema mayor suatu cerita ada beberapa cara yaitu melihat persoalan
yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan, melihat persoalan yang paling
banyak menimbulkan konflik.
Tema Mayor
pada cerpen “Bunda”, yaitu: kesabaran seorang ibu tiri untuk menghadapi sikap
buruk anak tirinya. Hal ini dapatdilihat pada cuplikan cerpen berikut:
Tante Marcia yang berada disamping
ayah terlihat cemas, seakan-akan beliau tidak ingin terjadi pertengkaran antar
aku dan ayah hanya karena sikapku terhadapnya
Kemudian
pada cuplikan lain ditegaskan kembali, yaitu:
Selama ini pintu hatiku tak pernah
terbuka untuk tante Marcia, orang yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun
aku tak pernah menghiraukannya. Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan
darinya, padahal di setiap waktu beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan
tulusnya kepadaku.
Persoalannya
terletak pada tante Marcia (ibu tiri) yang dinikahi oleh duda beranak satu,
anaknya tersebut bernama Gio, setahun yang lalu Gio ditinggal wafat oleh ibu
kandungnya, Gio merasa kehilangan dan sedih, dia tidak suka dengan tante
Marcia, padahal tante Marcia adalah sosok wanita yang baik dan penyayang, tidak
tahu mengapa Gio sangat membencinya. Terlihat pada penyataan Gio berikut:
Sebenarnya tante Marcia sangat baik
kepadaku dan ayahku. Tapi tidak tahu setan apa yang merasuki hatiku sehingga
aku begitu membencinya.
Maka
dari itu Gio selalu bersikap buruk kepada tante Marcia, berkata kasar, tidak
memperhatikan pada saat diajak berbicara, tetapi tante Marcia tetap bersabar
dan memberikan senyum khasnya kepada Gio. Terlihat pada dialog yang dilakukan
oleh Gio dan tante Marcia berikut:
Tante Marcia tersenyum manis. “Buku
kamu sudah tante letakkan di rak bukumu,” ujarnya lirih
“Kalau pulang jangan larut malam,”
tutur tante Marcia
“Suka-suka aku mau pulang kapan.”
Tema minor
pada cerpen “Bunda”, yaitu: keegoisan. Terlihat pada sikap-sikap Gio terhadap
tante Marcia, salah satunya sebagai berikut:
Setahun setelah ibuku meninggal,
ayah menikah untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan tante Marcia. Dan selama
lebih dari dua belas bulan ini aku tinggal bersama ibu tiri yang tidak aku
suka. Aku tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal ayah sudah
melatihku untuk memanggil tante Marcia dengan panggilan yang indah itu.
Gio
yang tidak suka dengan tante Marcia membuat semua kebaikan tante Marcia tidak
terlihat oleh Gio, Gio selalu bersikap buruk, tetapi tante Marcia tidak pernah
benci ataupun berusaha untuk membalas perilaku Gio tersebut. Tante Marcia tetap
perhatian kepada Gio. Terlihat pada penuturan Desty berikut:
“Gio, tante Marcia orang yang
sangat baik,” jawab Desty. Tadi tante Marcia pingsan ketika melihat kamu dibawa
ke rumah sakit dengan berlumuran darah. Setelah siuman nggak henti-hentinya
tante Marcia menangisi kamu Gio,” sambungnya sambil tangannya masih menggenggam
tanganku
PENOKOHAN
adalah pelukisan
tokoh dan karakternya dari segi fisik, psikologi, dan sosiologis. Tokoh juga
dapat dikelompokkan berdasarkan perannya dalam setiap cerita atau peristiwa,
yang frekuensi kehadirannya sangat tinggi, yang mendominasi cerita dinamakan
tokoh utama, sedangkan tokoh yang kehadiran dan perannya hanya membantu tokoh
utama dinamakan tokoh pendamping, bawahan, figuran, dan bayangan.
a.
Tokoh
Aku (Gio)
Tokoh
ini begitu berperan dalam cerpen ini, yaitu sebagai tokoh antagonis yang
diperankan oleh Gio. Dari Gio kita bisa membaca kisah seorang ibu tiri yang
selalu sabar menghadapi sikap dan perilaku anak tiri (Gio =>> tokoh aku).
Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai orang yang cuek, pemarah, penuh rasa
benci, tetapi sebenarnya juga baik hati dan penyayang.
“Sampai kapan pun aku nggak akan
memanggil tante dengan sebutan “Ibu.”
Dengan suara yang cukup nyaring aku berkata kepada tante Marcia.
Sampai-sampai beliau terkejut.
Sebenarnya tante Marcia sangat baik
kepadaku dan ayahku. Tapi tidak tahu setan apa yang merasuki hatiku sehingga
aku begitu membencinya.
“Suka-suka aku mau pulang kapan.”
Ketika Desty ke rumahku dulu, dia
aku kenalkan dengan tante Marcia. Walaupun aku tidak menyukai tante Marcia tapi
aku juga ingin tante Marcia tahu bahwa aku memiliki bidadari cantik yang mampu
meleburkan hatiku dan mampu mengusir kepenatanku jika bersamanya.
Namun sayang, ibu, orang yang
paling aku sayang di dunia ini telah pergi meninggalkanku dan ayah.
“Pasti,” jawabku mantab. Kali ini
aku lebih bersemangat saat mendengar kata ibu dari mulut Desty.
Gio
benci dan selalu berkata kasar saat berbicara dengan tante Marcia. Karena Gio
tidak pernah menginginkan tante Marcia, Gio sangat menyayangi ibu kandungnya.
b.
Tante
Marcia
Tokoh ini merupakan tokoh protagonis, tokoh
yang dibenci oleh tokoh aku (Gio), yaitu tante Marcia, beliau adalah ibu tiri
dari Gio. Padahal sebenarnya Tante Marcia adalah sosok wanita yang baik hati,
sabar, murah senyum, penyayang, dan perhatian. Seperti dalam
penuturan-penuturannya saat menghadapi Gio berikut:
Tante Marcia tersenyum manis. “Buku
kamu sudah tante letakkan di rak bukumu,” ujarnya lirih
“Kalau pulang jangan larut malam,”
tutur tante Marcia
“Hari ini ayah ada tugas ke luar
kota, mungkin akan pulang besok lusa dan selama ayah pergi kamu adalah tanggung
jawab tante.”
“Gio, dari tadi siang kamu belum
makan kan? Tante belikan makanan dulu ya,” ujar tante Marcia
“Ayo makan Gio,” ujar tante Marcia
sambil membuka sebungkus nasi yang baru dibelinya. “Tante suapin ya,” tawarnya
Tante
Marcia tetap bersiakp baik terhadap Gio, padahal Gio suka bersikap buruk
kepadanya.
c.
Ayah
Tokoh ini mempunyai watak baik hati,
bijaksana, dan suka bekerja keras. Dalam cerpen ini, ayah berperan sebagai
tokoh figuran. Dapat dilihat dari dialog ayah dengan Gio dan penuturan dari
tokoh lain berikut:
“Gio.” Hadang ayah. Ternyata ayah
telah mendengar semua kalimat yang aku lontarkan kepada tante Marcia
“Ayo, minta maaf sama ibu,”
perintah ayah
Hari ini ayah dinas ke luar kota
dan akan pulang besok lusa, itu artinya selama tiga hari di rumah hanya ada aku
dan tante Marcia. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kepenatanku.
Ayah
Gio adalah orang yang bijaksana, setelah beliau tahu bahwa Gio telah bersikap
kurang sopan terhadap tante Marcia, ayah menyuruh Gio untuk meminta maaf. Ayah
juga seseorang yang rajin bekerja, buktinya, beliau sampai berhari-hari ke luar
kota untuk melaksanakan tugas dinasnya.
d.
Desty
Tokoh ini merupakan tokoh yang juga
berpengaruh dalam menyadarkan sikap Gio. Desty adalah pacar Gio yang mempunyai
watak baik hati, dewasa, dan penuh perhatian terhadap sikap Gio yang kurang
baik kepada tante Marcia. Desty berperan sebagai tokoh tritagonis. Dapat
dilihat dari penuturannya dan penuturan dari tokoh lain berikut:
...bahwa aku memiliki bidadari
cantik yang mampu meleburkan hatiku dan mampu mengusir kepenatanku jika
bersamanya...
Desty tertawa kecil sambil
mengacak-ngacak rambutku. “Kamu lucu Gio, tante Marcia adalah orang yang baik
tapi kenapa kamu mengatakan beliau menyebalkan. Kamu nggak boleh begitu Gio.
Selama tante Marcia nggak pernah memukulmu, kamu nggak boleh benci dengannya,”
tutur Desty dengan suaranya yang mirip Shiren Sungkar
“Apa yang kamu rasakan sekarang?”
tanya Desty sambil meraih tanganku. Digenggamnya tangan kiriku itu dalam telapak
tangan mungilnya
Gio
sangat mengagumi sosok Desty yaitu dengan mengumpamakan Desty sebagai
“bidadari” dan saat Desty memberi perhatian serta pengertian kepada Gio agar
Gio sadar akan sikapnya terhadap tante Marcia.
Perwatakan
Perwatakan
dibagi menjadi dua, yaitu watak datar dan watak bulat. Watak datar merupakan
watak tokoh yang dari awal sampai akhir itu tetap, misal awal baik akhir tetap
menjadi orang baik, begitu juga sebaliknya. Watak bulat merupakan watak tokoh
yang darai awal sampai akhir berubah-ubah, misal awal jahat akhir berubah
menjadi orang yang baik, dan juga sebaliknya.
Pada
cerpen “Bunda” ini, tokoh utama, yaitu Gio mempunyai watak bulat, awalnya Gio
adalah orang yang baik karena sebenarnya Gio memang orang yang baik tetapi
setelah ibu kandungnya meninggal dan ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita
yang bernama tante Marcia, Gio berubah menjadi orang yang cuek dan tidak bisa
menghargai orang tua. Seperti yang digambarkan oleh pengarang melalui penuturan
dan isi hati Gio berikut:
Sikap buruk Gio:
“Sampai kapan pun aku nggak akan
memanggil tante dengan sebutan “Ibu.”
Dengan suara yang cukup nyaring aku berkata kepada tante Marcia.
Sampai-sampai beliau terkejut.
“Suka-suka aku mau pulang kapan.”
“Tante, lihat bukuku yang bersampul
ungu nggak?,” tanyaku pada tante Marcia saat tiba di ruang keluarga tersebut.
Aku mengobrak-abrik majalah yang telah dibreskan tante Marcia
Gio berubah menjadi baik:
Begitu berarti kalimat-kalimat
Desty bagiku. Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka untuk tante Marcia,
orang yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak pernah
menghiraukannya. Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya, padahal
di setiap waktu beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya kepadaku.
Air mata tante Marcia menetes lagi.
Beliau sangat terharu. Seraya beliau mendekapku ke dalam pelukan hangatnya.
Selama ini takku rasakan pelukan hangat dari seorang ibu. Rindu rasanya dengan
kasih sayang dari seorang ibu. Sekaranglah aku dapat merasakannya kembali.
“Mulai sekarang aku akan memanggil
tante Marcia dengan sebutan Bunda,” kataku dengan senyuman bahagia
Gio
bersikap buruk kepada tante Marcia kerena Gio tidak suka dengan tante Marcia
(ibu tiri), Gio masih sangat sayang kepada ibu kandungnya yang sudah meninggal
itu tetapi seiring berjalanya waktu Gio yang semula jahat, tidak bisa
menghargai tante Marcia, kini telah berubah menjadi orang yang baik, menyadari
sikap buruknya terhadap tante Marcia.
PLOT (ALUR) CERITA
Plot cerita berbeda dengan jalan cerita. Plot
merupakan jalinan atau rangkaian, atau untaian peristiwa sebab-akibat yang
terdapat dalam jalan cerita. Sedangkan jalan cerita mengacu pada pengertian
arah gerak cerita dari a-z. Plot secara
garis besar terbagi menjadi tiga bagian, yakni awal (perkenalan), tengah
(konflik), dan akhir (penyelesaian). Jika kamu
membuat cerpen, sebaiknya menggunakan tiga bagian tersebut agar
tulisanmu menjadi hidup. Ketiga hal ini merupakan hal utama yang selalu dihayati
dalam membuat cerpen. Selain itu, sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin
berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat.
Tahapan
Plot
a.
Situation
(exposition)
yaitu
pengarang memperkenalkan atau melukiskan situasi awal cerita. Pada bagian awal
atau eksposisi dalam cerpen ini berupa tante Marcia yang setiap harinya selalu
membersihkan kamar Gio, sosok wanita yang pengertian dan lemah lembut.
Aku merebahkan badanku yang kekar
di tempat tidurku yang semenjak kedatangan seseorang pengganti ibuku kamarku
berubah rapi dan nyaman sepanjang hari. Sebenarnya aku bukan tipe cowok yang
rajin merapikan kamar, tapi tante Marcialah yang setiap pagi merapikan kamarku,
melipat selimutku, membereskan buku-buku atau komik yang aku baca setiap akan
tidur.
b.
Generating
circumtances
yaitu
awal munculnya konflik, peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak. Pada
bagian ini konflik awal muncul pada saat tante Marcia yang sedang sibuk
membersihkan majalah yang berserakan di meja yang berada di depan rak televisi.
Dan Gio berusaha untuk mencari bukunya sambil kebingungan.
“Tante, lihat bukuku yang bersampul
ungu nggak?,” tanyaku pada tante Marcia saat tiba di ruang keluarga tersebut.
Aku mengobrak-abrik majalah yang telah dibreskan tante Marcia
Tante
Marcia merasa aneh dengan panggilan yang ditujukan Gio kepadanya, karena sudah
setahun lebih beliau menjadi ibu tirinya Gio dan tinggal bersama Gio tapi masih
saja dipanggil dengan sebutan “tante”. Gio memang tidak suka dengan tante
Marcia, maka dari itu Gio tidak pernah memanggil tante Marcia dengan sebutan
“ibu”. Bisa dilihat dari penuturan Gio sendiri terhadap tamte Marcia.
Setahun setelah ibuku meninggal,
ayah menikah untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan tante Marcia. Dan selama
lebih dari dua belas bulan ini aku tinggal bersama ibu tiri yang tidak aku
suka. Aku tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal ayah sudah
melatihku untuk memanggil tante Marcia dengan panggilan yang indah itu.
“Sampai kapan pun aku nggak akan
memanggil tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku
berkata kepada tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut
c.
Rising
action
yaitu
konflik mulai bergerak menanjak atau memuncak. Selisih pendapat atau masalah
muncul semua. Pada bagian ini ditunjukkan oleh tante Marcia yang setiap saat
selalu memperhatikan Gio, tante Marcia berusaha untuk memperlakukan Gio seperti
anak kandung sendiri, tetapi Gio tidak suka, dan membentak-bentak tante Marcia.
“Enggak. Aku bukan anak TK lagi.
Tante nggak usah sok baik sama aku,” bentakku saat tante Marcia menyodorkan
selembar uang warna hijau bergambar Oto Iskandar Di Nata. Aku berlalu tanpa
menghiraukan uang itu
Tanpa
disadari, ayah mendengar pembicaraan Gio dan tante Marcia, ayah langsung
menyikapi perilaku Gio yang kurang sopan terhadap tante Marcia. Ayah menyuruh
Gio untuk meminta maaf kepada tante Marcia, Gio bersedia meminta maaf tapi
dengan perasaan terpaksa.
“Gio.” Hadang ayah. Ternyata ayah
telah mendengar semua kalimat yang aku lontarkan kepada tante Marcia
“Ayo, minta maaf sama ibu,”
perintah ayah
Dengan sedikit terpaksa aku
menjabat tangan tante Marcia. Senyum manisnya menunjukkan bahwa beliau telah
memaafkanku.
d.
Climax
yaitu
peristiwa atau konflik yang mencapai puncak, proses penyelesaian. Pada bagian
ini Desty (pacar Gio) membantu memberi pengertian kepada Gio bahwa sikapnya
selama ini sudah membutakan hatinya, sehingga kebaikan tante Marcia tidak
pernah diakui dan dirasakannya, Desty berupaya menyadarkan Gio dengan kalimat-kalimat
perenungan seperti berikut:
“Gio, tante Marcia orang yang
sangat baik,” jawab Desty. Tadi tante Marcia pingsan ketika melihat kamu dibawa
ke rumah sakit dengan berlumuran darah. Setelah siuman nggak henti-hentinya
tante Marcia menangisi kamu Gio,” sambungnya sambil tangannya masih menggenggam
tanganku
Gio
tetap keras kepala, dia masih belum bisa menerima perkataannya Desty, tapi
Desty terus berusaha.
“Tapi tante Marcia bukan ibuku Des.
Dia nggak melahirkan aku.”
“Tapi Gio, bagaimanapun juga kamu
harus bisa menerimanya sebagai ibu kamu.” Tak henti-hentinya Desty menyanjung
tante Marcia
“Sudah saatnya kamu bisa
menerimanya,” ujar Desty
e.
Denouement
yaitu
tahapan penyelesaian persoalan cerita, yang pada akhirnya menemukaan akhir
cerita yang mengesankan. Pada bagian ini tokoh aku yang berperan sebagai Gio
sudah mulai menyadari kesalahannya selama ini, dia mulai mengerti dengan apa
yang diucapkan Desty ketika itu. Dapat dilihat pada isi hati dan penuturan Gio,
serta sikap tokoh lain berikut ini:
Begitu berarti kalimat-kalimat
Desty bagiku. Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka untuk tante Marcia,
orang yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak pernah
menghiraukannya. Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya, padahal
di setiap waktu beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya kepadaku.
Air mata tante Marcia menetes lagi.
Beliau sangat terharu. Seraya beliau mendekapku ke dalam pelukan hangatnya.
Selama ini takku rasakan pelukan hangat dari seorang ibu. Rindu rasanya dengan
kasih sayang dari seorang ibu. Sekaranglah aku dapat merasakannya kembali.
“Mulai sekarang aku akan memanggil
tante Marcia dengan sebutan Bunda,” kataku dengan senyuman bahagia
Gio
sadar, dia berubah sayang dan baik kepada tante Marcia, serta bersedia
memanggil tante Marcia dengan sebutan “Bunda”. Tante Marcia dan Desty pun
tersenyum bahagia.
Cerpen
“Bunda” ini memiliki alur mundur, terlihat dari Gio yang mengungkit-ungkit masa
lalunya, yaitu tentang ibu kandungnya yang sudah meninggal setahun lalu.
Setahun setelah ibuku meninggal,
ayah menikah untuk yang kedua kalinya, yaitu dengan tante Marcia. Dan selama
lebih dari dua belas bulan ini aku tinggal bersama ibu tiri yang tidak aku
suka. Aku tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu, padahal ayah sudah
melatihku untuk memanggil tante Marcia dengan panggilan yang indah itu.
Aku sulit sekali memejamkan mata.
Bayanganku tertuju pada saat sebelum ibuku dipanggil oleh Sang Illahi. Ibuku
sangat memanjakanku, maklum aku adalah anak semata wayang. Semua keinginanku
beliau berusaha menurutinya...........................Namun sayang, ibu, orang
yang paling aku sayang di dunia ini telah pergi meninggalkanku dan ayah.
SETTING ATAU LATAR CERITA
Latar atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Latar
merupakan sarana yang utama dalam sebuah cerpen karena dari latarlah, muncul tokoh dan penokohannya, lalu dari tokoh muncullah konflik. Akhirnya,
dari konflik ini muncullah alur cerita. Pemahaman latar melalui beberapa
informasi mengenai banyak tempat, lalu menghayatinya, dan mengungkapkannya kembali demi kepentingan cerita sangatlah penting.
Oleh karena itu, seorang penulis cerpen tak akan dapat menulis cerita jika di
dalam imanjinasinya tak ada gambaran latar cerita, baik itu yang bersifat
geografis, budaya, maupun latar yang sangat abstrak sekalipun. Latar biasanya
meliputi tiga jenis, yaitu tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat menunjukkan
di mana, latar waktu menunjukkan
kapan, dan latar suasana menunjukkan bagaimana.
a. Latar tempat
ialah
tempat atau daerah terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Sangat mungkin
latar tempat sebuah teks prosa terdapat di dalam ruangan dan tidak menutup
kemungkinan latar tempat terjadi di ruang lingkungan, jalanan atau di sebuah
kota (Stanton,2007: 39). Latar tempat yang terdapat dalam cerpen “Bunda”,
yaitu:
Rumah Gio ( Ruang keluarga)
Di ruang keluarga sayup-sayup ku
dengar suara televisi, sepertinya tante Marcia belum tidur, beliau masih
menikmati acara televisi.
Pukul setengah dua aku tiba di
rumah. Ku parkirkan Ninjaku di garasi rumah yang tempatnya bersebelahan dengan
ruang keluarga. Di ruang keluarga nampaknya tante Marcia sedang sibuk membaca
tabloit yang telah menjadi langganannya.
Gio
mengalami beberapa konflik dengan tante Marcia saat di ruang keluarga.
Rumah sakit
Aku membuka mataku pelan-pelan. Kulihat
sekelilingku bewarna putih. Dinding ruangan tempat aku berbaring berwarna
putih, bantal, seprei, bahkan selimut yang aku kenakanpun berwarna putih. Bau
menyengat obat membaur disetiap sudut ruangan yang tidak begitu lebar itu.
“Kamu di rumah sakit, Gio,” ujar
tante Marcia
Setelah
Gio mengalami kecelakaan, Gio dibawa ke rumah sakit dan saat Gio mulai sadar
atas sikapnya, serta mengalami konflik dengan Desty juga berada di rumah sakit.
b. Latar waktu
ialah waktu
terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Latar waktu bisa berupa detik, menit,
jam, jari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya. Tetapi juga sangat mungkin
pengarang tidak menentukan secara persis tahun, tanggal atau hari terjadinya
peristiwa, namun hanya menyebutkan saat malam.(Stanton,2007: 43). Latar waktu
yang terdapat dalam cerpen “Bunda”, yaitu:
Malam hari
“Kalau pulang jangan larut malam,”
tutur tante Marcia
Sampai di rumah jam sudah
menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, namun sepertinya ayah belum
pulang. Di ruang keluarga sayup-sayup kudengar suara televisi, sepertinya tante
Marcia belum tidur, beliau masih menikmati acara televisi. Aku sulit sekali
memejamkan mata.
Malam ini aku melajukan Ninjaku di
jalanan yang panjang bersama dengan kepenatan yang menyesaki hatiku.
Pada
cerpen “Bunda” mengandung latar waktu malam hari yang ditunjukkan pada
penuturaan tante Marcia dan isi hati Gio yang mengatakan sedang berada di malam
hari.
c. Latar Alat
ialah
benda-benda yang digunakan tokoh dalam sebuah cerita dan berhubungan dengan
suatu lingkungan kehidupan tertentu. (Stanton,2007:47). Ada beberapa alat yang
mendukung dalam cerpen “Bunda” tersebut, yaitu selimut, buku pelajaran, komik,
tabloit, sepeda motor Ninja, jumper, dan kunci sepeda motor. Dapat dilihat dalam
cuplikan cerpen berikut:
Tapi tante Marcialah yang setiap
pagi merapikan kamarku, melipat selimutku, membereskan buku-buku atau komik
yang aku baca setiap akan tidur.
“Mau kemana Gio?,” tanya tante
Marcia ketika melihatku memakai jumper dan berdandan rapi sambil membawa kunci
sepeda motor ninjaku
Di ruang keluarga nampaknya tante
Marcia sedang sibuk membaca tabloit yang telah menjadi langganannya.
KONFLIK
adalah
pertentangan atau ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama. Konflik dibagi
atas tiga jenis, yaitu:
a.
Konflik
psikis atau mental
merupakan konflik yang
terjadi di dalam diri seseorang atau isi hati seseorang. Konflik ini dialami
oleh tokoh ketika dia menghadapi alternatif-alternatif dan ia harus memilihnya
salah satu atau membuat keputusan. Pada cerpen “Bunda” dapat dilihat pada tokoh
Gio yang berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi kepenatannya berikut:
Akhir-akhir ini ayah terlalu sibuk
dengan pekerjaannya, sehingga harus pulang larut malam. Aku bosan di rumah,
apalagi di rumah hanya ada aku dan tante Marcia. Aku ingin mencari hiburan di
luar rumah.
Aku terdiam. Kucerna semua kalimat
dari Desty.
Begitu berarti kalimat-kalimat
Desty bagiku. Selama ini pintu hatiku tak pernah terbuka untuk tante Marcia,
orang yang selalu berusaha memperhatikanku walaupun aku tak pernah
menghiraukannya. Sampai-sampai tak pernah kurasakan kebaikan darinya, padahal
di setiap waktu beliau selalu mempersembahkan semua kebaikan tulusnya kepadaku.
Penggalan
cerpen di atas adalah bagian dari konflik psikis yang dialami oleh Gio saat
hatinya merasa penat, sehingga Gio berusaha untuk mencari jalan keluar dengan
cara mencari hiburan di luar rumah. Dan pada saat Gio mulai mencerna kata-kata
Desty, bahwa tante Marcia sebenarnya adalah sosok ibu tiri yang baik.
b.
Konflik
Sosial
merupakan konflik yang terjadi antara
seseorang dengan tokoh-tokoh yang lain, seseorang dengan kelompok lain,
seseorang dengan kelompok lain, atau konflik yang terjadi diantara tokoh-tokoh.
Konflik ini dapat dilihat pada tokoh Gio yang sedang berdialog dengan tante
Marcia, Ayah, dan Desty.
“Sampai kapan pun aku nggak akan
memanggil tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku
berkata kepada tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut
“Gio.” Hadang ayah. Ternyata ayah
telah mendengar semua kalimat yang aku lontarkan kepada tante Marcia
“Ayo, minta maaf sama ibu,”
perintah ayah
Dengan sedikit terpaksa aku
menjabat tangan tante Marcia. Senyum manisnya menunjukkan bahwa beliau telah
memaafkanku.
“Gio, tante Marcia orang yang
sangat baik,” jawab Desty. Tadi tante Marcia pingsan ketika melihat kamu dibawa
ke rumah sakit dengan berlumuran darah. Setelah siuman nggak henti-hentinya
tante Marcia menangisi kamu Gio,” sambungnya sambil tangannya masih menggenggam
tanganku
“Apa urusannya denganku?,” tanyaku
sewot
Gio
menbentak tante Marcia sambil mengancam tidak akan pernah memanggil tante
Marcia “Ibu”. Gio secara terpaksa menjabat tangan tante Marcia karena disuruh
oleh ayah. Gio keras kepala, tetap mempertahankan rasa bencinya terhadap tante
Marcia saat diberi pengertian oleh Desty.
c.
Konflik
Fisikal
merupakan
konflik yang terjadi ketika tokoh berusaha mengatasi rintangan-rintangan yang
ditemui dalam melaksanakan kemauannya. Misalnya pada saat tokoh berhadapan
dengan alam. Dapat dilihat saat Gio mengendarai sepeda motor di jalan raya dan
mengalami kecelakaan.
“Ciiiiitt...” Suara rem motorku
terdengar cukup keras menggesek aspal. Jalanan licin itu membuat motorku
terpelanting jatuh. Aku tak dapat mengendalikannya
Ketika tiba di rumah Desty aku
memakirkan motorku di halaman rumahnya yang luas. Banyak bunga anggrek di
halaman rumahnya, mungkin ibunya suka menanam anggrek. Setelah itu aku mengetuk
pintu sambil mengucapkan salam.
Saat
Gio berada di jalan raya yang licin dan saat berada di halaman rumah Desty yang
banyak ditanami bunga anggrek.
AMANAT
Amanat merupakan pesan yang hendak disampaikan pengarang dalam cerpennya.
Umumnya seorang pengarang pasti menyampaikan amanat dalam karyanya. Oleh karena
itu, amanat harus dicari oleh pembaca. Pembaca harus telliti agar dapat menangkap apa yang tersirat di
balik sebuah cerpen. Selain itu, biasanya setiap pembaca dapat berbeda-beda
dalam menangkap atau menafsirkan amanat pada sebuah cerpen.
Jadi cerpen
“Bunda” mengandung amanat:
1.
Janganlah
durhaka pada orang tua, walaupun orang tua tersebut bukan orang tua kandungmu!.
Terlihat pada penuturan Gio terhadap tante Marcia berikut:
“Sampai kapan pun aku nggak akan
memanggil tante dengan sebutan “Ibu.” Dengan suara yang cukup nyaring aku berkata
kepada tante Marcia. Sampai-sampai beliau terkejut
Gio
berkata kasar kepada tante Marcia yang selalu berbuat baik kepada Gio, karena
Gio tidak menyukai tante Marcia
2.
Hormatilah orang yang lebih tua, dan sayangilah sesama!
3. Janganlah
lama-lama terpuruk oleh kesedihan masa lalu, karena memikirkan masa depan itu
lebih penting!, terlihat dalam isi hati Gio berikut:
Aku sulit sekali memejamkan mata.
Bayanganku tertuju pada saat sebelum ibuku dipanggil oleh Sang Illahi. Ibuku
sangat memanjakanku, maklum aku adalah anak semata wayang. Semua keinginanku
beliau berusaha menurutinya...........................Namun sayang, ibu, orang
yang paling aku sayang di dunia ini telah pergi meninggalkanku dan ayah.
Terlihat
sekali bahwa Gio sangat merasa terpukul dan sedih pada isi hatinya tersebut dan
melampiaskannya kepada orang lain atau tidak bisa menerima tante Marcia. Pintu
hati Gio tertutup oleh kesedihan masa lalu yang akhirnya menyebabkan kebencian.